Jumat, 17 Agustus 2012

Pendidikan dan Analoginya


begini teman teman, hal ini menarik untuk disimak karena tulisan ini saya buat karena buah dari pergulatan pikiran saya mengenai bagaimana seharusnya KONSEP pendidikan di negri ini. Benar adanya bahwa pendidikan harus diberikan dan didapatkan secara bertahap atau berjenjang dengan minat dan bakat yang tepat bagi peserta didik. 

Diceritakan pada mulanya adalah seorang anak berinteraksi dengan pendidikan yaitu rumah barunya yang ditinggali bersama pendidiknya yaitu kedua orangtuanya.

Di hari pertama anak ini menempati rumah barunya (setingkat SD) ia mulai mengobservasi dengan kemampuannya sendiri. Ia melihat bentuk dan warna tiap - tiap benda yang ada di rumah tersebut. Pandangannya terhadap pendidikan masih terlalu bias dan sama sekali tanpa arah. Pun, dia masih kesulitan membedakan benda satu dengan benda lainnya berikut dengan nama benda tersebut. Secara bertahap kedua orangtuanya mengenalkan dia nama-nama benda tersebut, menghitung jumlah benda yang ada di dalam rumah, dan mulai mengklasifikasikan benda berdasarkan letak ruangnya. Proses ini terus berlanjut setiap hari dan semakin banyak benda yang ia ketahui. 

Di tahapan selanjutnya (setingkat SMP) kedua orang tua mulai memberitahu fungsi dari tiap benda yang ada di dalam rumah tersebut, membimbingnya untuk mengoperasikan benda tersebut yang kemudian memicu rasa keingintahuan si anak karena ia merasa dilibatkan. Ayahnya mulai melihat suatu potensi dalam diri anaknya. Bagaimana dengan apiknya anaknya mulai menekan tuts piano, memainkan dvd player, mengayunkan raket badminton, dan sebagainya. Kegiatan ini berlangsung dan berulang namun dengan benda – benda yang berbeda tiap harinya hingga rasa ingin tahu anak ini makin memuncak, ia mulai bertanya latar belakang benda - benda di rumah tersebut, bagaimana cara membuatnya, dari apa benda tersebut dibentuk,dan sebagainya. Kedua orangtuanyapun dengan senang hati menceritakan sejarah dan kenangan yang dikandung dari tiap benda tersebut sehingga memiliki nilai historis tersendiri. Dalam ceritanya sang ayah menyiratkan kecintaannya kepada tiap benda di rumah yang kemudian memunculkan keinginan sang Ayah untuk merawat dan menjaga setiap benda yang ada di rumahnya. Si anak sungguh menyimak dengan seksama tiap kali ayahnya bercerita tentang sejarah benda - benda tersebut. Dari sini ia mulai mengenal budaya keluarganya karena ia telah mengetahui seluk beluk kedua orangtuanya melalui cerita si Ayah.Tak sengaja sesekali ia melihat ayah dengan telatennya menggunting dan menata tanaman di kebun dan secara tidak langsung ayahnya telah mencontohkan sekaligus menanamkan rasa kecintaan terhadap benda - benda di rumahnya itu sendiri ke dalam jiwa anaknya. Ya, ayahnya sudah menjadi teladan bagi dirinya.

Tahap berikutnya (SMA) si anak telah terbiasa menggunakan dan merawat benda – benda yang ada di rumah. Ia sudah bisa membedakan benda – benda bukan hanya berdasarkan warna atau bentuk tapi berdasarkan fungsi sehingga kelompok benda dengan fungsi yang melengkapi dapat ia kelompokkan menjadi ke dalam suatu ruangan yang spesifik. Ia tahu meletakkan gayung, ember, dan sikat ke dalam kamar mandi. Perhatiannya terhadap suatu ruangan mulai meningkat. Kepada ruang keluarga ia letakkan televisi, sofa dan karpet. Namun pengetahuannya masih terbatas terhadap suatu benda yang cukup kompleks seperti televisi. Ia hanya tahu bagian luar dari televisi namun tidak mengerti jelas ada apa di dalamnya sehingga televisi dapat menghasilkan gambar dan suara. Di penghujung tahap ini ia mulai memfokuskan perhatian hanya pada televisi saja.

Tahapan berlanjut (S1/Sarjana) ketika secara kebetulan televisi ruang keluarga rusak. Televisi dapat menyala namun gambar tidak muncul di layar dan suara yang keluarpun putus - putus. Ia bertekad untuk memperbaikinya. Tekad tersebut menghantarkan dia hingga berhasil membuka casing TV dan melihat isi di dalam TV. Ia memperhatikan tiap komponen yang ada. Membedakan warna, bentuk, letak, fungsi, mekanisme kerja,hubungan antar komponen dan sebagainya. Ia berharap dapat menyolusikan kerusakan ini dengan inovasinya sendiri namun hingga penghujung tahapan ini ia hanya mampu mengidentifikasi masalah dan penyebabnya.

Akar masalah telah ia temukan dan ia sedang berada di tahapan selanjutnya (S2/Magister) untuk menyolusikan dengan caranya sendiri. Ia mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk melakukan beberapa percobaan terhadap komponen TV yang bermasalah tersebut. Namun karena di tahapan sebelumnya ia telah dengan jelas mendapatkan penyebabnya dengan cakupan yang sekecil mungkin, maka solusi pun didapat dengan tempo yang tidak telalu lama. Ya, di penghujung tahapan ini ia akhirnya berhasil memperbaiki televisi idamannya dengan percobaan yang ia konsepkan dan lakukan sendiri.

Kemampuan si anak memperbaiki televisi menjadi berita di kalangan tetangga. Banyak tetangga yang meminta ia untuk memperbaiki televisinya yang rusak. Beberapa kali ia menyanggupi permintaan tersebut, namun ia merasa kewalahan dan berinisiatif untuk membagikan keahliannya dalam memperbaiki televisi kepada tetangga yang lain dengan harapan permintaan memperbaiki TV berkurang karena semakin banyak orang yang dapat memperbaiki TV. Kerendahan hati untuk berbagi keahlian ini membawa ia ke tahap pendidikan selanjutnya (S3/Doktor). Ia mulai mempersiapkan diri untuk memberikan kursus reparasi TV kepada tetangga-tetangganya. Mengobservasi ulang setiap komponen dalam maupun luar televisi, mengklasifikasikannya dengan jelas, memikirkan kembali masalah-masalah apa saja yang mungkin muncul pada komponen TV yang dapat mengakibatkan kerusakan, dan memberikan solusi dari tiap kemungkinan masalah yang dapat terjadi. Semua hal yang ia lakukan tadi tidak lupa ia catat yang kemudian ia jadikan buku panduan untuk memberikan pelajaran kursus reparasi TV kepada tetangganya.
Jadi, biaskah konsep pendidikan di negri ini? Ketika di bangku SD seorang anak sudah disuapi bahasa asing sehingga mengesampingkan nilai-nilai budaya leluhurnya? Ketika seseorang mengejar gelar doctor bukan karena desakan hati untuk mendidik namun jabatan dan kehormatan yang lebih tinggi di dunia praktisi?

3 komentar:

  1. asiik, awak suka yang kayak gini, baca juga yang gw to. http://hidayatwirman.blogspot.com

    BalasHapus
  2. Thanks ya sob udah share .......................



    bisnistiket.co.id

    BalasHapus